Kendari Tabloidfakta.Com – Seorang hakim Perempuan dari Pengadilan Negeri (PN) Andoolo menginginkan Mahkamah Agung (MA) memperhatikan kesejahteraan hakim perempuan yang ditugaskan dipelosok negeri.
Vivi Fatmawaty Ali, merupakan seorang Hakim perempuan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dia merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Sulawesi Tenggara (FH Unsultra) pada strata-1 dan Universitas Halu Oleo (UHO) pada strata-2.
Vivi adalah mantan pengacara di Kota Kendari, mengawali karirnya sebagai hakim saat ia dinyatakan sebagai satu-satunya perempuan Sultra yang lulus dalam tahapan tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)/calon hakim pada tahun 2017 lalu di Kabupaten Konsel.
Menjadi seorang hakim membuatnya harus jauh dari keluarga. Setelah melalui proses prajabatan di Konsel, ia kemudian dikirim ke pengadilan kelas I Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim) selama 2 tahun 6 bulan.
Setelahnya, ia dilantik dan diberi Surat Keputusan (SK). Dengan pertimbangan bahwa Vivi adalah seorang hakim perempuan, ia kemudian ditempatkan kembali ke lokasi yaitu PN Andoolo, Konsel.
Saat ini, hakim di PN Konsel berjumlah 6 orang, 2 di antaranya adalah perempuan. Mereka adalah Vivi dan 1 perempuan lainnya adalah wakil, Nursinah yang baru saja dipindahtugaskan dari Kota Kendari pasca memvonis bebas dua terdakwa kasus PT MUI.
Walaupun ada uang rumah dinas yang diperoleh dari kantor, namun harus mencari rumah. Jika selisih, maka biaya tambahan harus dibayangkan pribadi.
“Harusnya pusat menyediakan rumah dinas, apalagi saya seorang perempuan yang ternyata penempatan saya sebagai seorang perempuan itu disana belum ada tersedia rumah dinas. Sehingga saya harus mencari sendiri rumah warga yang dikontrakan” ungkap Vivi saat ditemui awak media di Kendari pada Minggu malam (21/01/2024).
Lebih lanjut kata Vivi, dan akhirnya saya menemukan rumah yang saya tinggali sekarang, dan menurut saya untuk ukuran hakim Perempuan saya kira ini perlu menjadi perhatian dari pemerintah. Supaya bagaimana agar perhatian kepada hakim-hakim perempuan itu, ketika ditempatkan di satu tempat untuk bekerja itu sudah disiapkan dengan rumah dinas atau fasilitas keamanan lain.
“Saya adakan pertemuan ini karena saya ingin pemerintah ini atau Indonesia ini lebih peka terhadap hakim-hakim perempuan” ucapnya.
Jadi pengalaman saya disana, rumah saya disebelahnya sudah tidak ada rumah jadi itu sudah hutan. Jadi kalau saya lembur, saya sidang atau rapat sampai malam itu saya takut sekali untuk pulang.
Disana itu jam 7 malam sudah sepi, sudah tidak ada kendaraan. Bayangkanlah saya pulang sendiri kerumah yang rumah itu sampingnya hutan, nah kalau musim hujan itu ada ular masuk dan itu saya hadapi sendiri.
“Saya sudah 4 tahun di Konawe Selatan disana itu banyak perkara Narkotika, pancabulan anak, pencurian dan itu yang saya tangani” ungkapnya.
Untuk itu saya mewakili diri saya sendiri saya berharap dengan pertemuan ini pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk memberikan fasilitas kepada kami para hakim-hakim di Indonesia. Setidaknya di tahun 2024 ini kedepannya itu bisa lebih memperhatikan kondisi rumah jabatan untuk hakim kita terutamanya untuk perempuan.
Reporter : Hend